Selasa, 07 Februari 2012

CARA PEMBUATAN BAKSO


1. Bakso dan bahan penyusunnya.
            Bakso adalah daging cacah yang diproses, dapat diklasifikasikan sebagai daging direstrukturisasi dan merupakan produk olahan daging yang sangat populer. Bakso umumnya diproduksi dengan mengemulsikan daging yang sudah dihaluskan dengan pati, garam dan bumbu dan dicetak berbentuk bola, selanjutnya dimasak dalam air panas, uap panas atau digoreng (Purnomo, 1990).
Kualitas bakso dipengaruhi oleh komposisi bahan penyusunnya. Untuk menghasilkan bakso dengan kualitas baik harus menggunakan bahan penyusun yang tepat dan daging yang digunakan harus baik dan masih segar yaitu dari ternak yang baru dipotong. Hal ini berkaitan dengan sifat menahan air daging (water holding capacity) yang berperan dalam membentuk tekstur bakso. Semakin segar daging yang digunakan semakin bagus kualitas bakso yang dihasilkan. Selain itu hendaknya daging tidak banyak berlemak dan tidak banyak berurat. Lemak dan urat sebaiknya dipisahkan dulu. Namun untuk membuat bakso urat justru digunakan daging yang banyak uratnya, sedang lemak tetap dipisahkan (Wibowo, 2006).
Kesegaran daging antara lain dilihat dari warnanya yang dikarenakan adanya mioglobin. Mioglobin dapat mengalami perubahan bentuk akibat berbagai reaksi kimia. Bila terkena udara, pigmen mioglobin akan teroksidasi menjadi oksimioglobin yang menghasilkan warna merah terang. Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan pigmen metmioglobin yang berwarna coklat. Timbulnya warna coklat menandakan bahwa daging terlalu lama terkena udara bebas, sehingga menjadi rusak (Purnomo, 1990). Bakso yang sehat berasal dari daging sapi segar yang halal dan tanpa pengawet. Hampir semua bagian daging dapat digunakan untuk membuat bakso. Jenis daging yang sering digunakan antara lain daging penutup, gandik, lamusir, paha depan dan iga. Umumnya daging yang digunakan untuk membuat bakso adalah daging sesegar mungkin, yaitu yang diperoleh segera setelah pemotongan hewan tanpa mengalami proses penyimpanan atau pelayuan.
Bakso yang biasa kita kenal dikelompokkan menjadi bakso daging, bakso urat, dan bakso aci. Bakso daging dibuat dari daging yang sedikit mengandung urat, misalnya daging bagian penutup atau bagian gandik dengan penambahan tepung yang lebih sedikit. Bakso urat terbuat dari daging yang mengandung jaringan ikat atau urat, misalnya daging iga. Bakso aci adalah bakso yang penambahan tepungnya lebih banyak dibanding dengan jumlah daging yang digunakan.
Parameter mutu bakso yang diperhatikan para pengolah maupun konsumen adalah tekstur, warna dan rasa. Tekstur yang biasanya disukai adalah yang halus, kompak, kenyal dan empuk. Halus yaitu permukaan irisannya rata, seragam dan serat dagingnya tidak tampak. Kekenyalan bakso dapat ditentukan dengan melempar bakso kepermukaan meja dan bakso yang kenyal akan memantul, sedang keempukan diukur dengan cara digigit. Bakso yang empuk akan mudah pecah.
Komponen daging yang terpenting dalam pembuatan bakso adalah protein. Protein daging berperan dalam pengikatan hancuran daging selama pemasakan dan pengemulsi lemak sehingga produk menjadi empuk, kompak dan kenyal.
Kualitas bakso dikatakan baik jika bahan tambahan lain yang digunakan kurang dari 50%. Menurut Asyahari (1992) penambahan tepung tapioka sampai 25% dalam pembuatan bakso masih dapat diterima, sedang menurut Triatmojo (1992) bahwa penambahan tepung sampai 50% masih dapat diterima secara organoleptik walaupun kandungan proteinnya menurun.
Berbagai bahan yang ditambahkan harus memenuhi syarat yang tidak menyebabkan efek samping terhadap kesehatan. Berdasarkan Standard Nasional Indonesia (SNI 01-3818, 1995) untuk bakso ditetapkan sebagai berikut: kadar air sekitar 70%, lemak maksimum 2%, protein minimum 6%, abu maksimum 3% dan boraks negatif.
Tepung yang ditambahkan dalam pembuatan bakso berperan penting pada produk akhir. Interaksi miofibril dari daging dengan tepung gelatinisasi yaitu molekul tepung akan mengisi ruang-ruang matrik miofibril sehingga terbentuk struktur gel-gel miofobril yang kokoh (Yulianti, 1999; Hidayati, 2002). Menurut McWilliams (1997) pati gelatinisasi dapat menggantikan elastisitas dari protein otot yang kehilangan elastisitasnya akibat degradasi pada proses rigor mortis. Tepung lain yang memiliki kualitas yang hampir sama dengan tapioka adalah tepung jagung dan tepung sago, tetapi kedua tepung tersebut menghasilkan tekstur bakso yang kurang disukai konsumen dibanding tekstur bakso dengan campuran tepung tapioka (Triatmojo et al.1995).
Tepung tapioka berfungsi sebagai bahan pengisi, kaya akan karbohidrat sedangkan kandungan proteinnya rendah. Pati tidak mengemulsikan lemak tetapi memiliki kemampuan dalam mengikat air. Tepung tapioka disamping murah, mudah didapat, suhu gelatinisasinya rendah sehingga menghemat energi dalam pemanasan, juga tidak berasa sehingga tidak mencemari rasa dari produk yang dibuat.
Garam dapur berfungsi disamping memberikan rasa pada produk bakso, juga sebagai pelarut protein, pengawet dan meningkatkan daya ikat air dari protein daging. Pemakaian garam dalam pembuatan bakso berkisar antara 3 – 5 persen dari berat daging.
Tekstur dan keempukan produk bakso dipengaruhi oleh kandungan airnya. Penambahan air pada adonan bakso diberikan dalam bentuk es batu supaya suhu adonan selama penggilingan tetap rendah. Dalam adonan, air berfungsi untuk melarutkan garam dan menyebarkannya secara merata keseluruh bagian masa daging, memudahkan ekstraksi protein dan membantu pembentukan emulsi lemak. Semakin banyak penambahan tepung semakin banyak air yang harus ditambahkan.
Bahan tambahan yang sering ditambahkan pada produk, seperti bahan pemutih, bahan pengawet (Natrium benzoat), boraks, fosfat (STPP). Bahan pemutih yang biasa digunakan adalah titanium dioksida. Bahan pengawet yang biasa digunakan adalah benzoat yang batas penggunaannya dalam produk pangan maksimum 0,1%-0,5% dari berat adonan. Boraks berupa serbuk putih yang digunakan pada bakso untuk menghasilkan produk yang kering (kasat dan tidak lengket), bahan ini termasuk bahan kimia yang dilarang penggunaannya dalam produk pangan.
Pada produk makanan, peran dari penambahan STPP (Sodium Tri Poly Phosphat) adalah untuk mempertahankan kadar air bahan. Penggunaan STPP yang berlebihan menyebabkan rasa pahit pada bakso. Pada produk mie penggunaan STPP 0,25% atau CMC (Carboxymethyl Cellulose) 0,5% dari jumlah adonan dapat meningkatkan kekenyalan dan keliatan sehingga mie tidak lengket dan licin, disamping itu dengan penambahan CMC mie menjadi lebih elastis dan tidak mudah menjadi bubur /mblobor (Bhs. Jawa) apabila dimasak.
TAHAPAN PEMBUATAN BAKSO 

Tahapan pembuatan bakso
Pembuatan bakso terdiri dari tahap pemotongan daging, penggilingan daging, penghalusan daging giling sekaligus pencampuran dengan bahan pembantu dan bumbu, pencampuran dengan tepung, pembentukan bola-bola dan perebusan.
Perebusan bakso dilakukan dalam dua tahap agar permukaan bakso yang dihasilkan tidak keriput dan tidak pecah akibat perubahan suhu yang terlalu cepat.   Menurut Purnomo (1995) penambahan tepung tapioka dan diikuti dengan pemanasan dapat meningkatkan kemampuan pengikatan daging sehingga produk akhir menjadi lebih kompak dan teksturnya sedikit elastis. Tahap pertama, bakso dipanaskan dalam panci berisi air hangat sekitar 60oC sampai 80oC, sampai bakso mengeras dan terapung. Pajanan panas yang terlalu tinggi menyebabkan warna bakso menjadi lebih gelap. Bila sudah terapung dalam air, bola-bola bakso ini diangkat. Bila akan dikonsumsi langsung, bakso tersebut didinginkan sebentar, lalu direbus lagi sampai matang (sekitar 10 menit). Bila akan disimpan, dapat disimpan di refrigerator (untuk jangka waktu pendek), atau di freezer (untuk jangka waktu lama). Secara keseluruhan proses pembuatan bakso seperti disajikan berikut ini:

Pembuatan Bakso
a. Alat dan Bahan
1. Alat
*      Food processor (alat untuk melumatkan daging)
*      Panci
*      Kompor
*      Baskom plastik
*      Serokan
*      Pisau dapur
*      Sendok
*      Kemasan bakso

2. Bahan
*      Daging sapi segar 1kg
*      Tepung tapioka 100-200 gram
*      Es 200-300 gram
*      Garam 30 gram atau sesuai selera
*      STPP (sodium tripoliphosphat) 2,5 gram
*      Merica 1 sendok teh
*      Bawang putih 2 siung dihaluskan

b. Prosedur
*      Potong daging sapi menjadi ukuran yang lebih kecil, selanjutnya giling bersama potongan es, dan STPP
*      Masukkan bumbu-bumbu (merica, garam, bawang putih) dan tepung tapioka kedalam food processor, lalu haluskan bersama adonan daging sehingga menjadi adonan bakso.
*      Diamkan adonan selama 10 menit, sementara itu memanaskan air tidak sampai sampai mendidih (sekitar 80oC).
*      Cetak adonan dengan tangan kanan menjadi butiran bakso dan ambil dengan  sendok lalu masukkan kedalam air panas (suhu 60-800C).
*      Angkat butiran bakso yang sudah terapung menggunakan serok dan tiriskan. Ciri-ciri bakso yang baik adalah elastis, kenyal, sedap dan warna keabu-abuan
*      Kemas bola-bola bakso yang telah dingin kedalam kemasan plastik (polyprophelen setebal 0.6 mm – 0.7 mm)
*      Sealer dengan vacum sealer
*      Simpan bakso dalam kulkas (suhu 4oC)
*      Rebus lagi 10 menit bila dikonsumsi dengan ditambahkan bawang goreng dan irisan daun bawang dan sledri

Daftar Pustaka
Anonym. 2008. Sodium TriPolyphoshate. Wikipedia, the free encyclopedia.htm.
Asyahari, F. 1992. Studi tentang proses pembuatan bakso di RW 2, Kelurahan Kesatrian, Kecamatan Blimbing, Kota Madya Malang Brawijaya University, Intern Report.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wotton. 1986. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono, U.I. Press. Jakarta
Mc Williams, M. 1997. Food experiments perspective. New Jersey: Merril, an imprint of Prentice Hill Upper Saddle River.
Purnomo, H. 1990. Kajian mutu bakso daging, bakso urat dan bakso aci di daerah Bogor. Bogor Agriculture Institute, Bachelor Thesis
Purnomo, H., 1996. Dasar-Dasar Pengolahan dan Pengawetan Daging. PT Grasindo. Jakarta.
Triatmojo, S., Pertiwiningrum, A.W. and Indrayani, Y. 1995. Physical and organoleptic quality of beef meatballs filled with five different fillers. Special Edition Buletin Peternakan UGM, Yogyakarta.
Wibowo, S. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar Swadaya. Jakarta
Disadur Dari  : Materi Pelatihan Pengolahan Hasil Ternak bagi Penyuluh Peternakan Tahun 2011 oleh DR. Ir. Endang Setyawati SW, MP
 
http://bkpppksumedang.blogspot.com/2011/03/pembuatan-bakso.html

Kamis, 02 Februari 2012

Membangun diri pribadi sendiri

Seperti halnya dalam membangun sebuah rumah sama juga dengan membangun jati diri. Rumah adalah satu tempat untuk berlindung, bernaung dan berteduh yang membuat kita tentram dan nyaman bila berada di dalamnya. Sedangkan tubuh adalah rumah bagi jiwa.
Kondisi dan keadaan rumah cerminan  pribadi dan jiwa si pemiliknya.
Kadang rumah bisa memberikan kedamaian tapi bisa juga membawa kehancuran.
Rumus dan formula membangun rumah dan diri ;
1. Modal berupa materi ( Duit ) untuk membangun rumah
Keyakinan, prinsip dan keteguhan hati jadi modal utama membangun diri
2. Tukang-tukang yang bekerja sesuai ahlinya untuk membangun rumah
Pengalaman, pola pikir dan kematangan akal yang akan menyaring dan mengarahkan akan dibawa kemana jati
diri
3. Lahan dan lokasi tanah yang akan menjadi alas tempet berdirinya pondasi bangunan rumah yang dibangun.
Minat,bakat dan kesenangan yang akan membawa kemana arah kehidupan yang akan  dipilih
4. Hujan, kenaikan harga bangunan mempengaruhi proses pembangunan rumah
Panca indera, terutama mata, telinga, mulut bisa menghambat dan mengecohkan kemana jati diri sebenarnya
akan dituju
5. Bentuk rumah, pengaturan ruangan, pengecatan rumah
Prilaku,tata krama dan adab menjadi perwujudan dari jati diri
6. Perlengkapan rumah, perabot beserta kegunaanya
Kesedihan, kesenangan, lika-liku hidup sebagai penghias dan pengisi jati diri.



sumber
http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/22/membangun-jati-diri/

Membangun Jati Diri

Sebagian kalangan beranggapan bahwa kedua modal yang dimilikinya itu sudah cukup sehingga ia tidak perlu berhubungan dengan orang lain dan menimba ilmu dari orang lain. Sebagian lagi selalu ingin membandingkan dan membenturkan pandangannya dengan pandangan orang lain. Sudah pasti, kelompok kedualah yang akan menemukan kebenaran. Bukankah Imam Ali as pernah bersabda: “Benturkan sebagian pandangan yang kalian miliki dengan pandangan yang lain; maka akan muncul kebenaran”. Maksud dari hadis ini adalah bahwa perkembangan sebuah ilmu dapat diperoleh melalui tanya-jawab, kritik, sanggahan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, orang yang memperoleh ilmu melalui penelitian dan menganalisa sebuah pandangan akan memiliki nilai tambah dari sisi keilmuannya.

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa manusia ibarat tambang emas dan perak. Di dalam hadis lain, Rasulullah saww mensifati ilmu sebagai mata air yang jika seorang penuntut ilmu bersandar kepada Allah maka kebaikan dan berkah Allah akan mengalir baginya. Dari dua hadis ini dapat disimpulkan bahwa sebagai mahluk, manusia tidak diciptakan tanpa modal dan background apapun. Ilmu yang didapatkan manusia dari lembaga pendidikan formal atau non formal, hauzah maupun universitas merupakan modal dan simpanan bagi diri manusia. Di dalam diri manusia tersimpan rahasia yang dapat diungkapkan. Dalam surat an-Nahl/78, Allah swt berfirman: “Allah telah mengeluarkan kalian dari perut ibu sedangkan kalian tidak mengetahui apa-apa”.

Pengertian ilmu yang disinggung dalam ayat ini adalah ilmu hushuli yang didapatkan dari buku atau guru. Ketika segala sesuatu (termasuk ilmu) disandarkan kepada Allah maka ia tidak akan pernah kosong dalam diri manusia. Hal ini disinggung dalam ayat 29 Surah Hijr, ketika Allah berfirman: “Dan Aku tiupkan ruh-Ku kepadanya”. Ayat ini tidak berbicara tentang nabi Adam saja sebagai makluk pertama Allah yang diciptakan di muka bumi, akan tetapi ayat ini berbicara tentang seluruh umat manusia sepanjang masa. Kata ruh dalam ayat tersebut kembali kepada Allah swt, ketika Dia meniupkan ruh-Nya kepada manusia maka manusia dengan ruh yang ditiupkan tersebut akan mampu menyandang kesempurnaan yang dimiliki-Nya. Dan salah satu bentuk kesempurnaan yang dimiliki-Nya adalah ilmu dan pengetahuan. Hadis di atas ingin menjelaskan bahwa sejak awal penciptaannya, manusia sudah disiapkan dan dibekali sesuai dengan kapasitasnya; bagaikan wadah yang siap menampung air. Ketika manusia selalu mencari nilai-nilai kesempurnaan (ilmu) maka peluang wadah untuk mendapatkan anugrah Ilahi akan semakin besar; anugrah yang dapat dinikmati dan dimanfaatkan bagi dirinya dan orang lain. Namun, jika modal pemberian Allah tersebut hilang disebabkan kebodohan teoritis atau kebodohan praktisnya maka wadah tersebut lambat laun akan mengecil dan bahkan akan sirna.

Dalam salah satu ucapan penuh makna, Imam Ali as bersabda: “Sesungguhnya hati adalah wadah dan sebaik-baik wadah adalah yang diisi dan dipenuhinya”. Sebaik-baiknya hati adalah hati yang selalu ditanami nilai-nilai kesempurnaan dan salah satu bentuk dari kesempurnaan tersebut adalah ilmu. Oleh karena itu, pada hakikatnya manusia telah diciptakan dengan dua modal: hatiyang selalu aktif dan potensi yang jika keduanya dikembangkan untuk mencari nilai-nilai ilmu, maka manusia akan menjadi mishdak dari hadis di atas. Sedangkan seseorang yang tidak menggunakan dan mengembangkan keduanya, lalu apa yang bisa diharapkan darinya?

Sebagian kalangan beranggapan bahwa kedua modal yang dimilikinya itu sudah cukup sehingga ia tidak perlu berhubungan dengan orang lain dan menimba ilmu dari orang lain. Sebagian lagi selalu ingin membandingkan dan membenturkan pandangannya dengan pandangan orang lain. Sudah pasti, kelompok kedualah yang akan menemukan kebenaran. Bukankah Imam Ali as pernah bersabda: “Benturkan sebagian pandangan yang kalian miliki dengan pandangan yang lain; maka akan muncul kebenaran”. Maksud dari hadis ini adalah bahwa perkembangan sebuah ilmu dapat diperoleh melalui tanya-jawab, kritik, sanggahan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, orang yang memperoleh ilmu melalui penelitian dan menganalisa sebuah pandangan akan memiliki nilai tambah dari sisi keilmuannya.

Lebih jauh lagi, jika sebuah masyarakat mampu bersama-sama melakukan tugas yang ditetapkan oleh para nabi maka masyarakat tersebut akan menciptakan sebuah revolusi budaya spektakuler. Bukankah salah satu misi para nabi sebagai utusan Allah adalah menciptakan revolusi budaya umat manusia. Dan revolusi ini akan terwujud ketika hati manusia bangkit dan tergerak, kembali dan kepada fitrah penciptaannya. Imam Ali as bersabda: “Dan peranan mereka—para nabi—adalah mengerakkan hati-hati manusia”. Revolusi budaya yang merupakan salah satu tujuan diutusnya para nabi akan selalu menjadi tugas besar bagi umat manusia yang ingin menuju pada kesempurnaan.
Lalu bagaimana proses menuju pada kesempurnaan tersebut? Al-Quran memrintahkan; lakukanlah sesuatu yang bisa kamu lakukan! Janganlah berbuat makar/tipu daya. Dalam surat Anfal/29, Allah berfirman: “Jika kalian bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqaan” (petunjuk yang dapat membedakan antara yang baik dan buruk). Jika saja manusia menjadi ahli taqwa dan furqaan maka Allah akan memberikan kepadanya kemampuan dan kekuataan. Tapi mengapa begitu banyak manusia yang larut dalam kebinggungan serta sulit untuk membedakan antara yang hak dan yang batil? Mengapa dari sekian aliran yang beragam manusia tidak mampu mengenali kebenaran?
Untuk mengatasi masalah di atas, ada dua jalan yang dapat ditempuh yaitu makrifatullsh atau jalan fitrah yang tertanam dalam hati manusia. Ketika seseorang telah mengetahui mana jalan yang benar lalu ia mengikuti jalan tersebut dan itulah hasil akhir dari penelitiannya, maka Allah pasti tidak akan menyia-nyiakan perbuatannya: “Dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberikan petunjuk kepada hatinya.” (At-Thaghabun/11)

Batas antara kebenaran dan kebatilan adalah hal pertama yang harus dikenali dan diketahui. Manusia sering kali terjebak dan terperosok dalam menentukan kebenaran dan kebatilan dan menganggap bahwa kebenaran dan kebatilan harus selalu dilihat dari figur seseorang, kuantitas dan lain sebagainya. Sebagai contoh, dalam perang Jamal dikisahkan bahwa Haris bin Haut bertanya kepada Amirul mukminin Ali as: “Apakah mereka yang memerangi kita berada dalam kebatilan sedang kita berada dalam kebenaran?”. Imam menjawab: “Sungguh kamu hanya melihat kecbawah dan tidak melihat ke atas sehingga kamu kebinggungan!” Imam ingin mengajarkan kepada sahabatnya bahwa dengan melihat standar dan tolak ukur kebenaran dan kebatilan baru kita dapat mengetahui siapa yang berada dalam garis kebenaran dan siapa yang berada dalam garis kebatilan.
Tugas penting kita adalah memahami sebuah kebenaran dan lebih baik lagi jika kita selalu seiring dan sejalan dengan kebenaran dan dapat menjadi ahli daohir dan ahli batin. Itulah sebabnya mengapa dalam Surat Ruum/7, al-Quran menyinggung: “Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka lalai akan (kehidupan) akherat.” Ayat ini memberikan indikasi bahwa akherat adalah batinnya dunia dalam artian bahwa dzahir dunia yang kita lihat dan kita rasakan ternyata memiliki batin, namun kita melalaikannya sehingga kita tidak dapat merasakan keberadaannya.

Untuk mencapai kesempurnaan tersebut, di perlukan sarana, salah satunya adalah dengan menuntut ilmu yang dibarengi dengan keikhlasan dalam ucapan maupun amal. Bukankah ilmu ibarat cahaya dalam kegelapan yang menerangi jiwa?. Dengan demikian apakah cahaya yang kita dapati itu dengan mudah kita buang dan jual dengan harga yang rendag?. Dengan menuntut ilmu akan kita dapati hal-hal yang kita tidak dimiliki sebelumnya dan dengan itu maka dan kedzoliman akan sirna bagaikan buih yang terhempas ombak air. Allah swt berfirman: “Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia maka ia tetap di bumi. [Ar-Raad/17]

Mudah-mudahan kita mampu mengoptimalkan segala potensi yang kita miliki dengan mencari kesempurnaan ilmu dan mengamalkannya sehingga kita sampai kepuncak kebenaran dan dapat mewujudkan misi yang dibawa oleh para nabi dan menjadi pelanjut mereka di muka bumi.[]
Wallahu a’lam


sumber: Abdurahman Arfan
Dikutip dari : www.islamalternatif.net