1. Bakso dan bahan penyusunnya.
Bakso adalah daging cacah yang diproses, dapat diklasifikasikan sebagai daging direstrukturisasi dan merupakan produk olahan daging yang sangat populer. Bakso
umumnya diproduksi dengan mengemulsikan daging yang sudah dihaluskan
dengan pati, garam dan bumbu dan dicetak berbentuk bola, selanjutnya
dimasak dalam air panas, uap panas atau digoreng (Purnomo, 1990).
Kualitas
bakso dipengaruhi oleh komposisi bahan penyusunnya. Untuk menghasilkan
bakso dengan kualitas baik harus menggunakan bahan penyusun yang tepat
dan daging yang digunakan harus baik dan masih segar yaitu dari ternak
yang baru dipotong. Hal ini berkaitan dengan sifat menahan air daging (water holding capacity)
yang berperan dalam membentuk tekstur bakso. Semakin segar daging yang
digunakan semakin bagus kualitas bakso yang dihasilkan. Selain itu
hendaknya daging tidak banyak berlemak dan tidak banyak berurat. Lemak
dan urat sebaiknya dipisahkan dulu. Namun untuk membuat bakso urat
justru digunakan daging yang banyak uratnya, sedang lemak tetap
dipisahkan (Wibowo, 2006).
Kesegaran
daging antara lain dilihat dari warnanya yang dikarenakan adanya
mioglobin. Mioglobin dapat mengalami perubahan bentuk akibat berbagai
reaksi kimia. Bila terkena udara, pigmen mioglobin akan teroksidasi
menjadi oksimioglobin yang menghasilkan warna merah terang. Oksidasi
lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan pigmen metmioglobin
yang berwarna coklat. Timbulnya warna coklat menandakan bahwa daging
terlalu lama terkena udara bebas, sehingga menjadi rusak (Purnomo,
1990). Bakso yang sehat berasal dari daging sapi segar yang halal dan
tanpa pengawet. Hampir semua bagian daging dapat digunakan untuk membuat
bakso. Jenis daging yang sering digunakan antara lain daging penutup,
gandik, lamusir, paha depan dan iga. Umumnya daging yang digunakan untuk
membuat bakso adalah daging sesegar mungkin, yaitu yang diperoleh
segera setelah pemotongan hewan tanpa mengalami proses penyimpanan atau
pelayuan.
Bakso
yang biasa kita kenal dikelompokkan menjadi bakso daging, bakso urat,
dan bakso aci. Bakso daging dibuat dari daging yang sedikit mengandung
urat, misalnya daging bagian penutup atau bagian gandik dengan
penambahan tepung yang lebih sedikit. Bakso urat terbuat dari daging
yang mengandung jaringan ikat atau urat, misalnya daging iga. Bakso aci
adalah bakso yang penambahan tepungnya lebih banyak dibanding dengan
jumlah daging yang digunakan.
Parameter
mutu bakso yang diperhatikan para pengolah maupun konsumen adalah
tekstur, warna dan rasa. Tekstur yang biasanya disukai adalah yang
halus, kompak, kenyal dan empuk. Halus yaitu permukaan irisannya rata,
seragam dan serat dagingnya tidak tampak. Kekenyalan bakso dapat
ditentukan dengan melempar bakso kepermukaan meja dan bakso yang kenyal
akan memantul, sedang keempukan diukur dengan cara digigit. Bakso yang
empuk akan mudah pecah.
Komponen
daging yang terpenting dalam pembuatan bakso adalah protein. Protein
daging berperan dalam pengikatan hancuran daging selama pemasakan dan
pengemulsi lemak sehingga produk menjadi empuk, kompak dan kenyal.
Kualitas bakso dikatakan baik jika bahan tambahan lain yang digunakan kurang dari 50%. Menurut Asyahari
(1992) penambahan tepung tapioka sampai 25% dalam pembuatan bakso masih
dapat diterima, sedang menurut Triatmojo (1992) bahwa penambahan tepung
sampai 50% masih dapat diterima secara organoleptik walaupun kandungan
proteinnya menurun.
Berbagai bahan yang ditambahkan harus memenuhi syarat yang tidak menyebabkan efek samping terhadap kesehatan. Berdasarkan Standard
Nasional Indonesia (SNI 01-3818, 1995) untuk bakso ditetapkan sebagai
berikut: kadar air sekitar 70%, lemak maksimum 2%, protein minimum 6%,
abu maksimum 3% dan boraks negatif.
Tepung
yang ditambahkan dalam pembuatan bakso berperan penting pada produk
akhir. Interaksi miofibril dari daging dengan tepung gelatinisasi yaitu
molekul tepung akan mengisi ruang-ruang matrik miofibril sehingga
terbentuk struktur gel-gel miofobril yang kokoh (Yulianti,
1999; Hidayati, 2002). Menurut McWilliams (1997) pati gelatinisasi
dapat menggantikan elastisitas dari protein otot yang kehilangan
elastisitasnya akibat degradasi pada proses rigor mortis. Tepung lain
yang memiliki kualitas yang hampir sama dengan tapioka adalah tepung
jagung dan tepung sago, tetapi kedua tepung tersebut menghasilkan
tekstur bakso yang kurang disukai konsumen dibanding tekstur bakso
dengan campuran tepung tapioka (Triatmojo et al.1995).
Tepung
tapioka berfungsi sebagai bahan pengisi, kaya akan karbohidrat
sedangkan kandungan proteinnya rendah. Pati tidak mengemulsikan lemak
tetapi memiliki kemampuan dalam mengikat air. Tepung tapioka disamping
murah, mudah didapat, suhu gelatinisasinya rendah sehingga menghemat
energi dalam pemanasan, juga tidak berasa sehingga tidak mencemari rasa
dari produk yang dibuat.
Garam
dapur berfungsi disamping memberikan rasa pada produk bakso, juga
sebagai pelarut protein, pengawet dan meningkatkan daya ikat air dari
protein daging. Pemakaian garam dalam pembuatan bakso berkisar antara 3 –
5 persen dari berat daging.
Tekstur
dan keempukan produk bakso dipengaruhi oleh kandungan airnya.
Penambahan air pada adonan bakso diberikan dalam bentuk es batu supaya
suhu adonan selama penggilingan tetap rendah. Dalam adonan, air
berfungsi untuk melarutkan garam dan menyebarkannya secara merata
keseluruh bagian masa daging, memudahkan ekstraksi protein dan membantu
pembentukan emulsi lemak. Semakin banyak penambahan tepung semakin
banyak air yang harus ditambahkan.
Bahan
tambahan yang sering ditambahkan pada produk, seperti bahan pemutih,
bahan pengawet (Natrium benzoat), boraks, fosfat (STPP). Bahan pemutih
yang biasa digunakan adalah titanium dioksida. Bahan pengawet yang biasa
digunakan adalah benzoat yang batas penggunaannya dalam produk pangan
maksimum 0,1%-0,5% dari berat adonan. Boraks berupa
serbuk putih yang digunakan pada bakso untuk menghasilkan produk yang
kering (kasat dan tidak lengket), bahan ini termasuk bahan kimia yang dilarang penggunaannya dalam produk pangan.
Pada produk makanan, peran dari penambahan STPP (Sodium Tri Poly Phosphat) adalah untuk mempertahankan kadar air bahan. Penggunaan STPP yang berlebihan menyebabkan rasa pahit pada bakso. Pada produk mie penggunaan STPP 0,25% atau CMC (Carboxymethyl Cellulose) 0,5% dari jumlah adonan dapat meningkatkan
kekenyalan dan keliatan sehingga mie tidak lengket dan licin, disamping
itu dengan penambahan CMC mie menjadi lebih elastis dan tidak mudah
menjadi bubur /mblobor (Bhs. Jawa) apabila dimasak.
TAHAPAN PEMBUATAN BAKSO
Tahapan pembuatan bakso
Pembuatan
bakso terdiri dari tahap pemotongan daging, penggilingan daging,
penghalusan daging giling sekaligus pencampuran dengan bahan pembantu
dan bumbu, pencampuran dengan tepung, pembentukan bola-bola dan
perebusan.
Perebusan
bakso dilakukan dalam dua tahap agar permukaan bakso yang dihasilkan
tidak keriput dan tidak pecah akibat perubahan suhu yang terlalu cepat.
Menurut Purnomo (1995) penambahan tepung
tapioka dan diikuti dengan pemanasan dapat meningkatkan kemampuan
pengikatan daging sehingga produk akhir menjadi lebih kompak dan
teksturnya sedikit elastis. Tahap pertama, bakso dipanaskan dalam panci berisi air hangat sekitar 60oC sampai 80oC,
sampai bakso mengeras dan terapung. Pajanan panas yang terlalu tinggi
menyebabkan warna bakso menjadi lebih gelap. Bila sudah terapung dalam
air, bola-bola bakso ini diangkat. Bila akan dikonsumsi langsung, bakso
tersebut didinginkan sebentar, lalu direbus lagi sampai matang (sekitar
10 menit). Bila akan disimpan, dapat disimpan di refrigerator (untuk
jangka waktu pendek), atau di freezer (untuk jangka waktu lama). Secara
keseluruhan proses pembuatan bakso seperti disajikan berikut ini:
Pembuatan Bakso
a. Alat dan Bahan
1. Alat
Food processor (alat untuk melumatkan daging)
Panci
Kompor
Baskom plastik
Serokan
Pisau dapur
Sendok
Kemasan bakso
2. Bahan
Daging sapi segar 1kg
Tepung tapioka 100-200 gram
Es 200-300 gram
Garam 30 gram atau sesuai selera
STPP (sodium tripoliphosphat) 2,5 gram
Merica 1 sendok teh
Bawang putih 2 siung dihaluskan
b. Prosedur
Potong daging sapi menjadi ukuran yang lebih kecil, selanjutnya giling bersama potongan es, dan STPP
Masukkan bumbu-bumbu (merica, garam, bawang putih) dan tepung tapioka kedalam food processor, lalu haluskan bersama adonan daging sehingga menjadi adonan bakso.
Diamkan adonan selama 10 menit, sementara itu memanaskan air tidak sampai sampai mendidih (sekitar 80oC).
Cetak adonan dengan tangan kanan menjadi butiran bakso dan ambil dengan sendok lalu masukkan kedalam air panas (suhu 60-800C).
Angkat
butiran bakso yang sudah terapung menggunakan serok dan tiriskan.
Ciri-ciri bakso yang baik adalah elastis, kenyal, sedap dan warna
keabu-abuan
Kemas bola-bola bakso yang telah dingin kedalam kemasan plastik (polyprophelen setebal 0.6 mm – 0.7 mm)
Sealer dengan vacum sealer
Simpan bakso dalam kulkas (suhu 4oC)
Rebus lagi 10 menit bila dikonsumsi dengan ditambahkan bawang goreng dan irisan daun bawang dan sledri
Daftar Pustaka
Anonym. 2008. Sodium TriPolyphoshate. Wikipedia, the free encyclopedia.htm.
Asyahari,
F. 1992. Studi tentang proses pembuatan bakso di RW 2, Kelurahan
Kesatrian, Kecamatan Blimbing, Kota Madya Malang Brawijaya University,
Intern Report.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wotton. 1986. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono, U.I. Press. Jakarta
Mc Williams, M. 1997. Food experiments perspective. New Jersey: Merril, an imprint of Prentice Hill Upper Saddle River.
Purnomo,
H. 1990. Kajian mutu bakso daging, bakso urat dan bakso aci di daerah
Bogor. Bogor Agriculture Institute, Bachelor Thesis
Triatmojo,
S., Pertiwiningrum, A.W. and Indrayani, Y. 1995. Physical and
organoleptic quality of beef meatballs filled with five different
fillers. Special Edition Buletin Peternakan UGM, Yogyakarta.
Wibowo, S. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Penebar Swadaya. Jakarta
Disadur Dari : Materi Pelatihan Pengolahan Hasil Ternak bagi Penyuluh Peternakan Tahun 2011 oleh DR. Ir. Endang Setyawati SW, MP